Lebih dari Sekadar Hiburan: Politik, Ideologi, dan Nilai Sosial dalam Video Game

5 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Gaming
Iklan

Bagaimana video game menyuarakan ideologi, politik, dan nilai sosial—serta refleksinya terhadap nilai kemanusiaan Indonesia.

Video game dulu sering dianggap sekadar hiburan — media pelarian dari rutinitas, ruang untuk bersenang-senang tanpa beban. Namun, dalam dua dekade terakhir, game telah berkembang menjadi medium ekspresi sosial dan politik yang sama kuatnya dengan film atau sastra.

Dari isu rasisme, feminisme, perang, kapitalisme, hingga kemanusiaan, banyak game modern yang tidak hanya menghibur, tapi juga mengajak pemain berpikir dan bahkan mempertanyakan nilai-nilai sosial yang ada di dunia nyata.

Game kini bukan hanya soal menang dan kalah, tapi juga tentang memahami dunia dan diri sendiri.

1. Ketika Ideologi dan Isu Sosial Menjadi Narasi Utama

Salah satu contoh paling eksplisit adalah Detroit: Become Human (Quantic Dream, 2018).
Game ini menempatkan pemain dalam peran tiga android yang mulai menyadari eksistensi dan hak-haknya. Narasi permainan ini mencerminkan perjuangan sosial seperti perbudakan modern, diskriminasi rasial, dan hak asasi manusia.

Kisah android yang menuntut kebebasan menjadi metafora dari perjuangan manusia untuk kesetaraan. Di sinilah game tersebut menghadirkan political storytelling — bukan dalam bentuk kampanye, tetapi lewat pengalaman emosional interaktif.

Namun Detroit bukan satu-satunya. Banyak game lain yang juga membawa muatan ideologis dan sosial dengan cara yang beragam:

  • This War of Mine (11 bit studios, 2014):
    Pemain diajak merasakan pahitnya hidup sebagai warga sipil di tengah perang. Tidak ada pahlawan, hanya orang biasa yang berjuang bertahan hidup. Game ini menjadi kritik tajam terhadap glorifikasi perang dalam media.

  • Papers, Please (Lucas Pope, 2013):
    Sebuah simulasi menjadi petugas imigrasi di negara fiksi totalitarian. Pemain dipaksa memilih antara mengikuti aturan negara atau menuruti nurani. Game ini menyoroti isu otoritarianisme dan moralitas birokrasi.

  • Spec Ops: The Line (Yager, 2012):
    Di balik genre shooter-nya, game ini adalah kritik terhadap perang dan propaganda militer. Ia memaksa pemain menyadari betapa tipisnya batas antara “pahlawan” dan “pelaku kekerasan.”

  • Cyberpunk 2077 (CD Projekt Red, 2020):
    Sebuah distopia kapitalistik yang menyinggung ketimpangan sosial, eksploitasi korporasi, dan hilangnya identitas manusia di dunia serba teknologi. Walau dibalut aksi dan dunia futuristik, pesannya tetap jelas: kemajuan tidak selalu berarti kemanusiaan.

  • Life is Strange (Dontnod, 2015):
    Sebuah kisah remaja perempuan dengan kekuatan mengubah waktu, yang membahas isu sosial seperti bullying, depresi, dan identitas diri. Game ini mengajarkan empati melalui pilihan-pilihan moral yang penuh konsekuensi.

 

2. Bagaimana Game Menyampaikan Ideologi dan Pesan Sosial

Game berbeda dari film atau buku karena ia interaktif.
Pemain tidak hanya menjadi penonton, tapi juga partisipan aktif dalam cerita. Inilah yang membuat pesan politik atau sosial dalam game terasa lebih kuat, karena pemain mengalami dilema itu secara langsung.

Beberapa cara bagaimana game menyampaikan isu-isu tersebut antara lain:

  • Narasi bercabang (branching narrative): setiap pilihan membawa konsekuensi moral (contohnya Detroit dan Life is Strange).

  • Simbolisme dan metafora: android di Detroit, paspor di Papers, Please, atau bahkan dunia cyberpunk yang penuh neon dan ketimpangan.

  • Mekanika gameplay yang “mengandung pesan”: misalnya dalam This War of Mine, keterbatasan sumber daya membuat pemain harus berbohong atau mencuri — menciptakan refleksi etika nyata.

Game, dengan semua itu, menjadi ruang empatik. Ia tidak hanya menunjukkan realitas sosial, tetapi membiarkan pemain merasakannya.

 

3. Refleksi terhadap Nilai-Nilai Indonesia

Sebagai warga Indonesia, kita tumbuh dalam budaya yang menjunjung kemanusiaan, keadilan sosial, gotong royong, dan keseimbangan moral.
Ketika kita memainkan game-game seperti di atas, ada nilai-nilai universal yang bisa kita renungkan — dan beberapa yang perlu disikapi dengan hati-hati.

Dari perspektif nilai Pancasila, banyak game tersebut sebenarnya menggemakan semangat kemanusiaan dan keadilan sosial.
Detroit: Become Human menyoroti kesetaraan hak.
This War of Mine menumbuhkan empati terhadap korban perang.
Life is Strange mengingatkan kita tentang pentingnya mendengarkan suara individu yang terpinggirkan.

Namun, ada pula game yang membawa narasi ekstrem, kekerasan, atau nihilisme, yang jika dikonsumsi tanpa refleksi bisa bertentangan dengan nilai moral dan sosial kita.
Misalnya, Spec Ops: The Line atau Cyberpunk 2077 menggambarkan dunia yang keras, amoral, dan penuh trauma — bukan untuk ditiru, tapi untuk disadari dan dipahami.

Sebagai gamer Indonesia, kita memiliki tanggung jawab untuk memilah pesan yang terkandung di dalamnya:
Apakah game ini mengajak kita berpikir lebih manusiawi, atau justru mematikan empati?

 

4. Verdict: Mainkan, Tapi dengan Kesadaran

Sebagai gamer dan warga Indonesia, saya percaya game adalah bentuk seni modern yang layak diapresiasi — bahkan ketika ia membawa pesan politik atau ideologi.
Namun, setiap permainan memiliki konteks dan dampak.

Game seperti Detroit: Become Human, This War of Mine, atau Papers, Please sebaiknya dimainkan dengan pikiran terbuka dan refleksi mendalam.
Ia bisa menjadi sarana belajar tentang empati, keadilan, dan kemanusiaan.

Namun untuk game dengan nuansa kekerasan ekstrem atau nilai nihilistik, seperti Spec Ops: The Line atau Cyberpunk 2077, sebaiknya dimainkan dengan kesadaran kritis, bukan sekadar hiburan kosong.

Karena pada akhirnya, yang berbahaya bukanlah game-nya, tapi ketidaksiapan kita membaca maknanya.

 

Kesimpulan:
Video game kini menjadi bahasa baru untuk membicarakan dunia — lengkap dengan politik, ideologi, dan nilai sosialnya. Sebagai gamer Indonesia, tugas kita bukan menolak atau menelan mentah-mentah, melainkan memahami dan menafsirkan.

Game dapat menjadi guru, bukan hanya penghibur — jika kita mau mendengarkan pesan di balik setiap pikselnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler